Jebakan Psikologis yang dapat Merusak Portofolio



Banyak orang berpendapat berinvestasi adalah permainan angka, namun sebenarnya banyak yang dilakukan seseorang dalam berurusan dengan angka. Menanggapi fakta ini, muncul studi perilaku keuangan yang menganalisa seberapa banyak orang akan mempengaruhi pembentukan angka-angka yang membentuk pasar. Temuan tersebut cukup mencerahkan. Pengamatan umum bahwa perilaku keuangan telah membuktikan bahwa investor, meskipun mereka bertindak untuk tujuan terbaik, sering menjadi musuh terburuk mereka sendiri. Artikel ini akan memperlihatkan beberapa kesalahan psikologis yang membebani investor dalam jangka panjang.

Mengenal perilaku keuangan
Jika pasar berjalan efisien, mengapa terjadi bubble? Mengapa mekanisme strategi investasi bisa mendadak gagal? Mengapa strategi seperti nilai rata-rata, berlaku pada pasar yang efisien? Berikut ini beberapa pertanyaan mengenai perilaku keuangan masyarakat. Ada beberapa penjelasan yang dipersingkat menjadi sebagai berikut:

a)    Meskipun pasar biasanya efisien sebagaimana seharusnya, namun ketidakmampuan investor untuk melihat masa depan menimbulkan kebingungan yang menyengsarakan, dan

b)    Keberadaan manusia dalam mekanisme pasar menghalangi terjadinya pasar yang efisien sempurna dan memperburuk kejutan-kejutan di pasar. Bagaimana mungkin?

Angka – hanyalah investasi
Pasar menjadi bergejolak ketika investor menggelontorkan uang hanya berdasarkan angka-angka dari prediksi finansial dan analis, tanpa mengetahui kondisi perusahaan yang direpresentasikan oleh angka-angka itu. Cara berinvestasi dengan mencantol (anchoring) ini berarti hanya fokus pada satu hal, dengan mengorbankan lainnya. Bayangkan pertaruhan dalam satu pertandingan tinju dimana pemilihan petinju hanya berdasarkan pada jumlah pukulan yang dilontarkan selama lima pertarungan terakhir. Anda mungkin memenangkan pertaruhan dengan memilih petinju dengan statistik lebih banyak memukul. Tapi petinju dengan lebih sedikit pukulan masih bisa memenangkan lima pertandingan terakhir dengan memukul knockout pada ronde pertama. Maka jelas, setiap alat ukur bisa tak berarti jika digunakan tidak sesuai konteks.

Jika Anda percaya bahwa segalanya terungkap dalam angka, maka Anda harus segera bereaksi pada setiap perubahan angka-angka untuk melindungi keuntungan. Investor yang hanya bergantung pada angka, sangat rawan panic selling, mereka cenderung melindungi pembeliannya dengan stop-loss order (meminta broker untuk menjual saham jika harga sahan turun ke angka tertentu). Banyaknya investor yang rawan panic selling, mendorong trader lain untuk mencoba memicu kepanikan dengan tujuan mengambil untung dari penurunan  harga (shorting) saham. Strategi ini dapat meningkatkan volatilitas pasar dalam jangka pendek dan memberi keuntungan kepada traders pelaku shorting saham. Volatilitas jangka pendek di pasar saham seharusnya tidak mempengaruhi operasi bisnis perusahaan. Contohnya, Nike tidak akan berhenti memproduksi sepatu ketika sahamnya anjlok.

Mempercayai masa lalu setara dengan masa depan
Jika investor percaya bahwa masa lalu setara dengan masa depan, mereka bersikap seolah-olah tak ada ketidakpastian di pasar. Sayangnya, ketidakpastian tak pernah sirna.

Selalu ada naik-turun, saham overheated, bubbles, gelembung kecil, industri banyak merugi, panic selling dan kejadian tak diharapkan lain di pasar. Percaya bahwa masa lalu memperkirakan masa depan adalah pertanda overconfidence. Jika cukup banyak investor yang terlalu percaya diri, kita menghadapi kondisi yang oleh Greenspan disebut “kemewahan irasional,” dimana investor dengan sangat percaya diri memompa pasar hingga mencapai titik dimana tidak mungkin menghindari koreksi besar-besaran. Investor yang terpukul paling keras, adalah mereka yang sebelum terjadi koreksi masih sangat percaya bahwa gairah pasar akan terus berlangsung. Percaya sepenuhnya bahwa gairah pasar tak akan berbalik adalah cara paling ampuh untuk membuat Anda merugi besar.

Bias diri
Setara dengan sikap terlalu percaya diri adalah bias diri sendiri. Kondisi ini terjadi ketika investor terburu-buru menarik untung dari selisih harga saham, sama cepatnya dengan menyalahkan faktor-faktor di luar dirinya ketika mengalami kerugian. Bias diri akan membantu investor untuk menghindar dari tanggungjawab, tak ubahnya atlit yang menyalahkan pelatih ketika mengalami kekalahan. Meskipun mungkin Anda akan merasa lebih baik dengan menyalahkan pihak lain, Anda akan mencurangi diri sendiri dan mengabaikan kesempatan berharga untuk meningkatkan kemampuan berinvestasi. Bila Anda tak pernah membuat keselahan di pasar, Anda tak akan mempunyai alasan untuk mengembangkan keterampilan berinvestasi, dan imbal hasil yang Anda peroleh akan mencerminkannya.

Kepastian efek yang tidak nyata
Investor akan membatasi eksposur risiko mereka jika imbal hasil portofolio/investasi mereka diperkirakan akan positif, namun mereka akan mencari lebih banyak risiko jika terlihat mengarah pada kerugian. Pada dasarnya, investor menghindari risiko ketika portofolio mereka berkinerja bagus dan dapat menanggung lebih banyak lagi. Tapi mereka  akan mencari risiko ketika portofolio mereka bermasalah dan tidak memerlukan lebih banyak ekposur yang mungkin merugi. Kondisi tersebut lebih banyak terkait dengan mentalitas untuk memenangkan kembali permainan. Investor ingin meningkatkan taruhan untuk “mendapatkan” kembali modalnya, tapi tidak membentuk lebih banyak modal. Sampai berapa lama seorang pembalap mobil dapat bertahan jika hanya menggunakan remnya ketika sedang memimpin lomba.

Kesimpulan
Tulisan ini hanyalah contoh kecil dari berbagai masalah – termasuk reaksi berlebihan, lambat beraksi, bias konfirmasi, kekeliruan penjudi, khayalan, dan sebagainya. Meskipun akademisi mempelajari fenomena ini lebih banyak untuk kepentingan akademik, namun investor perlu memperhatikan teori perilaku keuangan (behavorial finance). Anda mungkin perlu berkaca dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya melakukan itu?”

Sumber :www.investopedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar